Dalam sebuah pertemuan penting para pemimpin agama, teolog, dan advokat keadilan dari seluruh dunia, Konsultasi Tingkat Tinggi Accra+20 diadakan di Hannover pada 3-5 Desember 2024, untuk memperingati 20 tahun Konfesi Accra yang transformatif. Konsultasi tingkat tinggi ini merefleksikan visi kenabian Konfesi, merayakan warisannya sembari memetakan jalan yang diperbarui menuju keadilan, perdamaian, dan keutuhan ciptaan. Di bawah tema “Merayakan, Mengakui, dan Mengikat Perjanjian,” para peserta membahas isu-isu mendesak tentang ketidakadilan sistemik dan krisis ekologi sambil berkomitmen untuk melakukan tanggapan yang dapat ditindaklanjuti dan berbasis iman.
Najla Kassab, presiden World Communion of Reformed Churches (WCRC), membuka pertemuan ini dengan pidato yang menggugah, menantang para peserta untuk mempertimbangkan arah kolektif mereka sebagai sebuah persekutuan global. Dengan menggunakan metafora Einstein yang sedang mencari tiket kereta api, ia mengajak para peserta untuk bertanya, “Ke mana kita akan pergi?” Kassab menekankan, “Konfesi Accra menantang kita untuk hidup dengan integritas, menyelaraskan iman kita dengan tindakan kita, dan menghadapi rasa sakit dan ketidakadilan di sekitar kita. Konfesi ini mengingatkan kita bahwa kita adalah sebuah persekutuan yang sedang dibangun, yang dipanggil untuk bersaksi tentang keadilan Allah bagi seluruh ciptaan.”
Philip Vinod Peacock, sekretaris eksekutif untuk keadilan dan kesaksian WCRC, lebih lanjut menyoroti signifikansi Konfesi ini yang abadi: “Konfesi Accra merupakan sebuah hadiah dari persekutuan Reformed kepada komunitas ekumenis yang lebih luas. Konfesiini menunjukkan kepada kita bahwa keadilan berada di dalam hati Allah, dan oleh karena itu, keadilan ekonomi adalah pusat dari kehidupan iman,” katanya.
Setri Nyomi, Sekretaris Umum WCRC, merefleksikan perjalanan menuju Konfesi Accra dengan mengatakan, “Perjalanan menuju Accra memiliki tonggak-tonggak penting, mulai dari pertemuan tahun 1995 di Kitwe, Zambia, di mana gereja-gereja di Afrika menyerukan sebuah status confessionis tentang ketidakadilan ekonomi dan iklim, hingga Sidang Raya ke-23 di Debrecen, yang menetapkan processus confessionis. Konsultasi ini merayakan Konfesi Accra sekaligus membahas kesenjangan dan tantangannya. Kami berterima kasih kepada mereka yang telah menjadi bagian dari perjalanan ini, seperti Russel Botman dan Kim Yong Bok, serta mengambil inspirasi dari tokoh-tokoh seperti Gustavo Gutierrez. Konfesi Accra tetap menjadi bagian penting dalam perjalanan ekumenis, di mana WCRC berjalan bersama dengan para mitra seperti Dewan Misi Dunia (Council for World Mission) dan Dewan Gereja-gereja se-Dunia (World Council of Churches).”
Konsultasi Accra+20 yang berlangsung selama tiga hari menjadi sebuah perjalanan refleksi dan pembaharuan yang mendalam. Pada tanggal 3 Desember, para peserta merayakan dampak abadi dari Konfesi Accra, dengan para teolog Jooseop Keum, Dora Arce Valentin, dan Henry Kuo yang menekankan peran global Konfesi Accra dalam menyatukan komunitas-komunitas agama untuk keadilan. Fokus bergeser pada tanggal 4 Desember untuk membahas kesenjangan dalam Konfesi, dengan diskusi utama tentang inklusi pemuda, ekofeminisme, dan perspektif masyarakat adat yang dipimpin oleh Karen Georgia Thompson, Sylvia Mukaku, dan Luciano Kovacs. Konsultasi ini akan berakhir pada tanggal 5 Desember dengan Allan Boesak dan Septemmy Lakawa yang akan memandu komitmen terhadap keadilan, rekonsiliasi, dan resolusi yang dapat ditindaklanjuti yang menjunjung tinggi prinsip-prinsip transformatif Konfesi.
Pertemuan tingkat tinggi ini menawarkan ruang sakral untuk berdialog, beribadah, dan berefleksi. Pertemuan ini memperkuat berbagai perspektif, termasuk dari kaum muda, masyarakat adat, dan gerakan eko-spiritual, yang menumbuhkan tekad kolektif untuk mengadvokasi mereka yang terpinggirkan dan menjaga ciptaan secara bertanggung jawab.
Karen Georgia Thompson, pendeta umum dan presiden United Church of Christ, menggarisbawahi penderitaan keturunan Afrika dan degradasi lingkungan yang saling berhubungan. Ia menekankan pentingnya keadilan reparasi sebagai aspek penting dalam mengatasi penindasan sejarah. “Keadilan reparasi adalah isu yang saya percaya harus dibicarakan oleh Accra, karena hal ini membahas penindasan yang disebabkan oleh sistem ekonomi. Jika tidak ada keadilan reparatif, maka kasus ini harus dibuat untuk apa yang menjadi hak orang-orang yang telah ditindas,” kata Thompson.
Thompson menyoroti eksploitasi ekonomi terhadap keturunan Afrika dan masyarakat adat serta mengkritik Dekade Internasional PBB untuk Orang-orang Keturunan Afrika karena gagal mengatasi kolonialisme dan reparasi.
Seiring dengan berlangsungnya pertemuan bersejarah ini, para peserta menegaskan kembali komitmen mereka terhadap dunia yang penuh kasih, adil, dan penuh harapan, berdiri dalam solidaritas untuk memajukan visi transformatif Konfesi Accra untuk keadilan dan perdamaian. Terjemahan didukung oleh DeepL
Bergabunglah dalam Percakapan World Communion of Reformed Churches mengundang komunitas iman global untuk mengikuti perkembangan konsultasi dan terlibat dalam diskusi melalui pembaruan langsung di media sosial dengan menggunakan #accraplustwenty dan #accraconfession
Konsultasi ini dapat terlaksana berkat bantuan dana dari Otto Per Mille (OPM).