News

Natalia Tuhuteru, intern baru World Communion of Reformed Churches (WCRC), bertujuan untuk belajar dan terlibat lebih dalam tentang bagaimana situasi pandemi telah mendefinisikan kembali perjuangan warga dunia mengenai makna dari apa itu “normal” – terutama bagaimana penyandang disabilitas di negara-negara berkembang terperangkap pada kondisi kurangnya aksesibilitas dalam kehidupan sehari-hari, yang menurutnya merekalah orang-orang yang paling rentan dalam situasi pandemi.

Natalia juga berminat untuk terlibat dalam keadilan ekologi, ia menambahkan bahwa WCRC harus mendefinisikan kembali makna “dipanggil ke dalam persekutuan” bahwa tidak hanya gereja (manusia) tetapi ciptaan (termasuk hewan dan tumbuhan). Dia berharap WCRC dapat melibatkan masyarakat adat atau kepercayaan mereka agar dapat mempelajari lebih dalam relasi antara manusia dan alam.

Berdasarkan pengalaman Natalia, hubungan ekumenis merupakan hal yang sangat penting dalam pelayanannya dan gerejanya, Gereja Protestan Maluku. Dia berharap agar waktunya bersama WCRC di Hannover, Jerman, memungkinkan dia untuk mengintegrasikan pengalamannya secara ekumenis, dan menemukan beragam wawasan dari berbagai konteks berbeda.

“Saya tahu sejak lama bahwa Gereja Protestan Maluku telah berpartisipasi penuh dalam gerakan ekumenis dalam tingkat nasional dan internasional. Hubungan ekumenis antara gereja-gereja, yang juga melibatkan gereja saya, sangat penting sebagai bentuk solidaritas dalam tubuh Kristus dan menjawab masalah sosial, ekonomi, lingkungan, keadilan dan masalah lainnya dari berbagai konteks berbeda. Sebab melalui gerakan ekumenis, gereja bekerja bersama sebagai satu tubuh Kristus di tengah dunia, ” tegasnya.

Karena Natalia berasal dari Indonesia, tepatnya kepulauan Maluku, dia ingin membawa keunikan konteksnya bagi WCRC. Natalia mengatakan bahwa perjalanan panjangnya belajar tentang disabilitas dan ekologi yang telah berkombinasi dengan sisi kreatifitas dan kerja keras menjadi sesuatu yang dia berikan dalam kerja-kerja WCRC.

Akan tetapi, perpindahan dari wilayah tropis di Maluku ke Jerman Utara merupakan salah satu tantangan baginya: “Kesan pertama saya di Hannover ialah DINGIN, SANGAT DINGIN. Indonesia juga memiliki musim hujan tetapi di sini? Aku tidak tahan pada dinginnya. Sebab ini pertama kalinya saya ke Eropa dan Jerman,” katanya.

“Meski cuacanya dingin, saya mendapatkan banyak sambutan hangat dari teman-teman di WCRC. Mereka sangat baik hati dan selalu menanyakan apa yang saya butuhkan, apa yang saya rasakan. Hannover adalah tempat yang bagus dan WCRC seperti keluarga kedua bagi saya di Jerman,” tambahnya.
Program Internship WCRC disponsori oleh Evangelische Mission Weltweit (EMW), serta donasi dari gereja-gereja anggota.